Entah kenapa langkah ini begitu berat. Seolah sedang
dibebani berton - ton bebatuan yang menjadi benalu di punggungku. Air mata ini
rasanya mulai bergejolak, ingin berlomba - lomba untuk segera keluar dari
kelopak mataku. Untungnya aku bisa menahan air mata ini. Tentu saja aku akan
sangat malu jika menangis tersedu - sedu sepanjang jalan sepulang sekolah. Apa
komentar banyak orang jika melihat kondisiku seperti itu?
Namun rasanya benar - benar pahit, membuat bendungan jiwa
untuk menahan luapan rasa sedihku ini. Sewajarnya aku harus menangis sekeras
mungkin, meluapkan segala kesedihan ini, tapi kurasa aku bisa menahannya hingga
ketika sampai dirumah nanti. Dalam keadaan rumah yang kosong sebelum sore
menjelang ketika Ayah dan Ibuku pulang kerja, aku bisa berteriak maupun
menjerit sepuasnya.
Dalam langkahku yang mulai gontai - perasaan hancur ini tak
disangka bisa membuatku seolah tak bernyawa, berjalan sempoyongan seperti orang
kehilangan akalnya. Suara petir secara mendadak mengagetkanku. Membuyarkan ketidak
warasanku yang sempat menghantui pikiran. Aku baru sadar langit sudah menjadi
hitam pekat. Rintik hujan dengan intensitas tinggi langsung mengguyur tanpa
peringatan. Aku berlari secepat kilat menuju sebuah halte bus yang tidak jauh
berada di depan. Menyandarkan tubuhku di salah satu dinding halte. Menyibak
rambut panjangku dan merapikannya ke belakang akibat berantakan karena guyuran
hujan.
Tak kusangka hujan sangat lebat hari ini. Bisa dikatakan
hampir mendekati badai. Angin yang berhembus sungguh luar biasa, mengurai
kembali rambut panjangku ke berbagai arah hingga membuatku menyerah untuk
merapikannya kembali. Namun bagiku suasana ini sungguh menguntungkan. Dengan
derasnya hujan, suara ribut angin, dan ketika kutoleh ke kanan dan kekiri tak
ada satupun orang yang berteduh di halte ini, maka dengan segera aku berteriak
sekeras - kerasnnya.
"HHWAAAAAAAAAA!!!!" Begitulah jeritan lirih
yang keluar dari mulutku diikuti guyuran air mata yang rasanya sudah berhasil
menjebol dinding bendungan jiwa yang sedari tadi aku bangun sepanjang
perjalanan. Rasa sedih ini, akhirnya menemukan tempat juga untuk diluapkan.
Sebesar apapun jeritan tangisku, tak bakal ada orang normal yang mampu
mendengarnya karena tersaingi oleh suara gemuruh hujan dan angin.
"Kau memang lelaki brengseeeekkkkk!!!!" Seruku untuk seseorang yang baru saja
menghancurkan hatiku. " Dasar lelaki brengsekkkkk!!! Hwaaaaaaaa!!!"
Dan entah sudah keberapa kalikah tanpa sadar aku sudah meneriakkan kalimat itu
berulang kali.
"Heiii, diam gadis cengeng!!!" Berisik!!"
Sebuah suara mendadak mengagetkanku. Merusak parade jeritan
lirih sedihku yang sudah hampir mencapai acara puncaknya. Mau tak mau tubuhku
tersentak mendengar suara keras teguran itu. Suara itu tipikal suara lelaki
yang kukenal. Namun mungkin itu hanya perasaanku saja. Kutoleh ke sisi kanan
asal sumber suara itu, namun aku tidak menemukan seorang pun, hanya sebuah tong
sampah berukuran raksasa yang berdiri dengan gagahnya. Saat itu kilat menyambar
dengan hebatnya. Cahayanya berkilat hebat, membuat bulu kudukku mulai berdiri.
Kulangkahkan kakiku mendekati tong sampah itu, dan ternyata, ada seseorang yang
bersandar disebaliknya. Dan ketika diriku tepat berada di samping orang
tersebut, ternyata dugaan awalku mengenai suara lelaki yang sepertinya aku
kenal ternyata benar, bahwa seseorang yang sedang bersandar itu adalah;
Ba...Bagass...!!" Ap..apa yang kulakukan disini?"
Mendengar pertanyaanku, secepat kilat Bagas beranjak untuk berdiri. Mata kami
saling bertemu ketika Bagas berdiri tegap di depanku, namun ada hal yang
berbeda kudapati pada rona wajahnya. Matanya memerah, hampir semerah darah.
Kelopak matanya kembang kempis. Kondisinya tak berbeda jauh dengan diriku saat
ini. Kesedihan di wajahnya menandakan bahwa dirinya baru saja selesai menangis.
Bisa dikatakan menangis dengan intensitas hebat karena pekat merah warna yang
menghiasi kornea matanya tak juga kunjung hilang. Namun, apa yang dia tangisi?
"Aku tak mengira yang berteriak - teriak itu tadi kamu
Adaline," Sepatah perkataan dari Bagas disertai ekspresi lunglai dengan
menggaruk rambutnya secara pelan. "Apa kata - kata brengsek yang kudengar
barusan ditujukan kepadaku?" Tanyanya kemudian sambil memandang tajam ke
arah mataku. Namun aku tak bisa lebih lama menanggapi pandangan matanya yang
seperti menusuk jantungku yang terdalam. Pandangan itu membuat bahagia,
sekaligus perih di hati ini jika terus memikirkannnya. Kemudian karena
ekspresiku yang diam, Bagas membalikkan badannya membelakangi aku, berjalan
selangkah dan kemudian bersandar di dinding halte.
"Aku memang brengsek. Dan begitulah kenyataannya
Adaline. Maafkan aku yang telah menyakitimu." Begitulah ungkapan bersalah
dirinya yang ditujukan kepadaku. Kulihat sekarang dirinya melihat langit -
langit dengan tatapan kosong. Tubuhnya perlahan - lahan melorot ke bawah dan
akhirnya terduduk lesu dengan kaki berselonjor.
Hal ini bermula 3 bulan yang lalu. Bagas, salah satu siswa
keren dan lumayan berprestasi di sekolah, mempunyai pacar seorang primadona
kelas bernama Stephanie. Mereka berdua sudah berpacaran selama 5 bulan. Namun,
bukan rahasia lagi bahwa Stephanie mempunyai sifat buruk selalu membuka hati
kepada pria lain meski dirinya sudah mempunyai Bagas. Hal yang sangat
bertentangan dengan keinginan Bagas yang ingin mempunyai seorang kekasih yang
setia. Oleh sebab itu, suatu hari Bagas mendekatiku untuk menjalankan suatu
rencana gila yakni berpura - pura untuk pacaran agar membuat Stephanie cemburu
dan membuat dia kapok tidak akan membuka hati lagi untuk pria lain selain
Bagas. Aku langsung menerimanya, karena Bagas bisa saja disebut sebagai teman
dekat bagiku. Kupikir hanya butuh tiga hari maupun seminggu paling lama bagi
aku dan Bagas berpura - pura pacaran di sekolah dan dimanapun agar merebak
rumors mengenai kita dan jika sampai di kuping Stephanie akan membuatnya panas.
Namun tidak dissangka, Stephanie acuh tak acuh terhadap apa
yang kita lakukan dan Bagas tidak mau rencana ini berhenti sebelum membuat
Stephanie cemburu buta. Tanpa disadari, 3 bulan berjalan diisi dengan
kebersamaanku dan Bagas. Dalam kebersamaan itu, entah mengapa kita saling
mengerti, memahami, dan masing - masing sadar bahwa timbul suatu perasaan yang
bukan hanya sekedar pertemanan belaka. Namun, meski timbul perasaan itu, masing
- masing mengetahui bahwa kapasitasnya hanya sebatas menjalankan sebuah
rencana. Jadi meski tidak saling mengakui, kami sadar bahwa rencana ini tidak
boleh gagal akibat perasaan yang terpendam.
Aku selalu berharap bahwa Stephanie akan selalu tak peduli
dengan kebersamaan kita bahkan aku berharap Stephanie akan tetap begitu
selamanya agar kebersamaanku dengan Bagas utuh seterusnya. Namun hari ini,
kejadian tak biasa dan tak terduga terjadi ketika Stepahine mendadak melabrakku
ketika berdua bersama Bagas di kelas. Dia mengataiku, memburuk - burukkanku,
meluapkan segala emosinya kepadaku saat itu juga karena terus mendekati Bagas.
Padahal sebelumnya dia selalu tak peduli dengan apapun yang aku lakukan dengan
Bagas.
Bagaimanapun juga, sesuai skenarioku dengan Bagas, ketika
Stephanie sudah cemburu buta, maka aku akan menjauh dari Bagas. Meskipun aku
tahu Stephanie tidak cemburu saat itu. Dia hanya emosi karena dicampakkan
selingkuhannya yakni kakak kelas selaku atlet basket yang dipacarinya. Diam -
diam sepengetahuan Bagas aku melakukan penyidikan secara rahasia terhadap
Stephanie. Dia meluapkan emosinya kepadaku dengan kedok perasaan cemburu agar
bisa memarahiku dan terkesan aku yang selingkuh dan bersalah. Saat itu juga aku
harus mundur karena di mata Bagas rencana ini berhasil dan Stephanie kembali
dalam pelukannya lagi.
Berat bagiku ketika momen krusial itu berlangsung.
Meninggalkan sesuatu yang dicintai dengan kerelaan adalah sesuatu yang
menyakitkan. Pernah terpikir diriku untuk mengungkapkan bahwa Stepahnie hanya
menjadikan Bagas sebagai ban serep yang hanya dimanfaatkan sesuai keinginan
Stepahine. Namun sungguh tidak etis jika aku mengungkapkan itu semua. Sama saja
aku menghancurkan harapan Bagas dan skenario ini dengan mengobarkan aib orang
lain. Pernah aku sangat berharap bahwa Bagas bisa berubah pikiran untuk
memilihku dan menjauhi Stephanie namun aku tidak layak dengan harapan itu
mengingat ini semua hanya skenario. Memang perasaan yang timbul terhadap Bagas
harus aku tanggung sebagai resiko aku mau membantunya menjalankan skenario ini.
Kudekati Bagas dan aku memposisikan diriku duduk berjongkok
di sebelahnya sambil berkata;
" Maaf, jika kamu mendengar teriakanku tadi. Tadi aku
diliputi oleh suasana egoisme dan emosi yang sedang memuncak." Kulihat
tatapan Bagas masih kosong mengarah ke langit - langit. " Kupikir, kamu
bukan seorang yang brengsek. Aku tarik kembali kata - kataku tadi."
Mendengar itu bagas menoleh dengan pelan ke arahku.
" Kenapa bisa begitu?" Tanyanya pelan dengan penuh
penasaran.
" Karena seorang brengsek itu tidak akan pernah menjadi
cengeng seperti dirimu saat ini" Tukasku dengan sedikit senyum. Bagas tak
kalah membalas dengan senyum kecutnya.
"Lalu, apa yang sebenarnya kamu tangisi Bagas?"
" Aku menangisi gadis cengeng yang suka berteriak keras
- keras didepanku ini, " Katanya dengan menahan sebuah tawa yang tergambar
jelas di raut mukanya. Kemudian aku langsung mengubah posisi jongkokku menjadi
bersandar di dinding halte persis di samping Bagas.
" Lalu, Bagaimana dengan Stephanie?"
" Aku tidak memikirkan Stephanie untuk saat ini, "
Jawab Bagas dengan wibawa yang berubah menjadi tegas. "Stephanie tidak
seperti dirimu, yang bisa membuatku menangis jika kehilangan meski hanya untuk
beberapa jam saja." Itulah penjelasan Bagas yang menyejukkan hati, dan
tanpa sadar aku sudah menyandarkan kepalaku di pundaknya.
@@ TERIMA KASIH @@
9 comments:
ini ceritanya bersambung ya,
termakan skenarionya sendiri begitukah ceritanya Bagas dan perempuan kawannya ini?
Wahh ikut terbawa ma ceritanya nih, gimana endingny? Mampir jg y ke www.gembulnita.blogspot.com
Dedaunan @ Nggak bersambung mbak Suzy. termakan skenarionya sendiri, hihi bagus juga tafsirannya. Terserah pembaca sih mengartikannya, coz setiap pembaca mempunayi tipikal perasaan tersendiri menyikapi ceritanya :)
Gustyanita Pratiwi @ Wew, syukur kalau bisa terbawa ceritanya :) Endinggnya..?? Endingnya ya begitu aja, biarlah pembaca yang menebak - nebak sendiri ending pastinya, atau bisa berkhayal dengan versinya sendiri hehe. Makasih dah berkunjung :)
Kok, baguuus siiih. :(
Bacanya sampe kebawa suasana. Terkadang apa yang kita lakukan dengan niat "iseng" atau "pura-pura" itu malah jadi yang sesungguhnya.
Bikin iri ceritanya. Tapi, tenang aku bukan jomlo kok. :))
Rima @ Sebelumnya makasih banyak udah mau singgah dan baca cerpen :) Yah begitulah kehidupan, kadang sesuatu yang tidak terduga maupun tidak direncanakan malah bisa jadi menjadi tujuan hidup :)
Iri sih gapapa, asal aku jangan diciiat ma jurus pematah keranmu :P :P
hye salam.saya dari sabah. cerita ni menarik :)
Simple Lady Girl @ Makasih yach girl, udah mau mampir dan baca - baca kesini :) Salam blogger juga dari Jawa Tengah Indonesia :)
Hello and good afternoon.
I wish a wonderful weekend.
Teb.
Tebinfea @ Aku harap kamu juga mengalami hal - hal yang menyenangkan sepanjang hari :) Terima kasih sudah mau mampir dan berkomentar Teb :)
Post a Comment